Oleh M. Ridlo ‘Eisy
Akhir kwartal pertama tahun 1999, Masyarakat Pers & Penyiaran Indonesia (MPPI) diundang Komisi I DPR untuk didengar pandangannya tentang kemerdekaan pers, dan RUU Pers. Oleh karena DPR sangat sibuk saat itu, maka selain MPPI diundang pula suatu asosiasi. Dari waktu yang disediakan Komisi I, yaitu sekitar 2 jam, didominasi oleh diskusi tentang pers antara MPPI dengan anggota DPR. Sekitar 10 menit terakhir, asosiasi itu berbicara dan acara dengar pendapat ditutup.
Keesokan harinya, tak satu pun media cetak yang memuat perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan pers yang dilakukan MPPI. Padahal MPPI sangat mengharap diskusi dengan Komisi I DPR itu mendapat peliputan yang luas, agar menjadi wacana dalam masyarakat, yang kemudian mendorong DPR untuk sesegera mungkin membahas RUU Pers. Perlu dicatat, yang tergabung dalam MPPI adalah tokoh-tokoh pers dan wartawan senior, yang didukung oleh para pemilik media di Indonesia. MPPI saat itu merasa yakin, wartawan yang hadir dalam acara dengar pendapat Komisi I DPR akan meliputnya dengan baik, karena apa yang dibahas menyangkut nasib kehidupan pers dan wartawan. Ternyata keyakinan itu sirna. Justru yang dimuat oleh media cetak di Jakarta adalah pandangan dari asosiasi, yang tidak langsung menyangkut hidup-mati pers dan nasib wartawan.
Kemudian, para aktivis MPPI bertemu di kantor Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat untuk mengevaluasi mengapa media tidak tertarik meliput perjuangan kemerdekaan pers. Perlu dicatat, SPS adalah organisasi para penerbit se Indonesia. Dari evaluasi diperoleh laporan, bahwa salah seorang aktivis MPPI melihat asosiasi itu membagi-bagikan amplop kepada wartawan di DPR, sedangkan MPPI tidak memberi apa-apa kepada wartawan.
Beberapa aktivis MPPI tergoda untuk menggalang dana untuk memberi amplop kepada wartawan, agar mendapat peliputan yang memadai. Beberapa aktivis lainnya menolak, dengan alasan MPPI tidak punya dana. Kedua, tujuan memperjuangkan kemerdekaan pers adalah perjuangan yang mulia, oleh karena itu harus dilakukan dengan cara-cara yang mulia pula. Akhirnya diputuskan untuk tidak menghalalkan amplop walaupun untuk mendukung kemerdekaan pers.
Sebagai gantinya, MPPI mengontak para pemilik media, para redakturnya, bahkan melakukan sebuah pertemuan penerbit dan editor senior di Jakarta, dan menghimbau mereka untuk membantu perjuangan kemerdekaan pers. Selain itu, setiap MPPI akan menyelenggarakan kegiatan, salah seorang aktivisnya diminta menelepon seluruh media massa terkemuka, dan mengirim faksimili undangan. Setelah kegiatan berakhir, MPPI mengirimkan press release, dan disusul dengan menelepon para editor, atau pemilik media. Akhirnya, perjuangan kemerdekaan pers di Indonesia mendapat liputan yang cukup, walaupun tetap kurang memuaskan. Jarang sekali berita perjuangan kemerdekaan pers dimuat pada halaman pertama di media cetak Indonesia.
Pengalaman MPPI itu sangat membekas di hati para aktivisnya. Sesama orang pers yang memperjuangkan kepentingan pers dan wartawan saja sangat sulit menarik perhatian wartawan di lapangan, apalagi orang lain. Apakah wartawan di lapangan hanya tertarik menulis berita, jika ada amplopnya? Apakah tidak berbahaya, jika informasi yang tersaji dalam media dikendalikan oleh mereka yang bisa menyediakan amplop bagi wartawan? Bagaimana nasib mereka yang tak punya uang untuk mendapat peliputan yang memadai? Apakah harus menderita dahulu seperti para TKI di Nunukan, untuk mendapat liputan yang memadai dari media? Masalah ini menjadi keprihatinan banyak orang, khususnya masyarakat yang menginginkan informasi yang independen, berimbang, impartial.
Isu amplop bagi wartawan
Ilustrasi di atas sengaja diungkapkan di sini untuk memberikan gambaran, betapa sulitnya berhubungan dengan pers. Selintas diperoleh kesan, dengan uang amplop, wartawan akan menulis berita, tanpa amplop tidak ada berita. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa besar dana yang dialokasikan untuk menyuap wartawan? Pada masa Orde Baru jumlah wartawan dan media tidak terlalu banyak, sehingga dana yang dikeluarkan untuk wartawan tidak terlalu besar. Sekarang ini jumlah wartawan tak terhingga, bahkan banyak di antaranya yang tanpa media. Banyak orang akhirnya kecewa, uang yang dikeluarkan sangat besar, tetapi peliputan yang diperoleh kurang memadai, bahkan seringkali terdapat kekeliruan pemberitaan.
Menghadapi masalah amplop ini, kalangan wartawan terpecah pandangannya. Satu kelompok menyatakan amplop harus ditolak, karena dianggap penyuapan dan melanggar Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menganut paham ini dan giat melancarkan kampanye anti amplop. Anggota AJI yang menerima amplop akan dipecat dan pemecatannya diumumkan. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) secara normatif menolak amplop, tetapi tidak pernah melakukan kampanye anti amplop. Satu kelompok lagi menghalalkan amplop, asal tidak mengganggu keobyektifan pemberitaan. Kelompok yang lain justru memburu amplop.
Bagi masyarakat, tentu saja sangat senang kalau tidak mengeluarkan amplop untuk wartawan, tetapi kenyataan di lapangan membuat instansi pemerintah maupun swasta selalu mengalokasikan dana untuk amplop wartawan. Asal pemberitaan yang ditulis wartawan segaris dengan tujuan instansi pemerintah/swasta, sudah dianggap memadai. Bahkan ada humas dari BUMN menyatakan bahwa amplop untuk wartawan harus selalu tersedia, dan itu dianggap wajar, sebagaimana orang punya hajatan memberi kenang-kenganan kepada tamunya. (Ternyata, hanya tamu yang berpredikat wartawan yang memperoleh kenang-kenangan itu). BUMN yang lain bahwa membuat keputusan direksi untuk memberi imbalan kepada setiap wartawan yang membawa bukti liputannya.
Sampai saat ini masalah amplop bagi wartawan sangat sulit diberantas, karena banyak sekali perusahaan dan lembaga pemerintah menyediakan dana amplop tersebut, dengan alasan-alasan yang pragmatis. Dengan uang amplop, lembaga atau perusahaan memperoleh publikasi besar dengan harga yang murah. Bayangkan, untuk memasang iklan setengah halaman broadsheet di koran lokal, suatu lembaga/perusahaan harus membayar sebesar Rp 42,5 juta, jika tarif iklan per milimeter kolomnya Rp17.500,-. Namun, hanya dengan amplop sebesar Rp2,5 juta s/d Rp5 juta, lembaga/perusahaan itu memperoleh liputan yang sama, bahkan dengan citra yang lebih tinggi dari pada iklan. Tulisan dari wartawan dianggap lebih netral daripada iklan.
Beberapa perusahaan media sekarang ini melarang wartawannya menerima amplop, dengan alasan bukan sekadar idealisme, tetapi juga masalah bisnis. Amplop bagi wartawan itu pada akhirnya mengurangi pendapatan iklan.
Dana yang diperlukan
Terlepas dari isu amplop untuk wartawan, berhubungan dengan media memerlukan dana khusus. Besar kecilnya dana ditentukan oleh kebutuhan dan situasi yang sedang dihadapi. Dana untuk media biasanya diturunkan dari anggaran pemasaran, khususnya anggaran promosi. Jika pemasaran mempunyai ambisi untuk meningkatkan pangsa pasar, maka anggaran promosi pun meningkat pula. Jika citra perusahaan/lembaga terancam karena kecelakaan atau kesalahan, dana untuk promosi pun ditingkatkan secara khusus pula, agar citra tidak rusak.
Anggaran promosi pada suatu perusahan biasanya dibagi menjadi empat, yaitu untuk sales promotion, personal selling, publisitas, dan iklan. Dana untuk berhubungan dengan pers masuk ke dalam mata anggaran publisitas dan iklan, yang pelaksanaannya dapat dipadukan dengan kegiatan sales promotion dan personal selling. Katakanlah, dalam sebuah pameran, sebuah perusahaan menyelenggaran demonstrasi peralatan yang dijual. Pada saat itu diundang para wartawan untuk meliputnya. Dengan demikian untuk satu peristiwa diperoleh dua manfaat, yaitu pertama demonstrasi memperoleh perhatian langsung dari pengunjung, dan kedua publisitas yang menarik masyarakat yang tidak sempat berkunjung, agar mengunjungi demonstrasi itu atau langsung membelinya.
Bagi sebuah pabrik yang menjual barang-barang konsumsi, masyarakat secara kongkret menyaksikan atau merasakan barang-barang itu. Bagi organisasi non pemerintah yang bergerak memberdayakan masyarakat menuju masyarakat sipil, seringkali produk atau jasanya bersifat abstrak, dan seringkali bersifat low yielding project, yaitu hasilnya agak lama dapat dirasakan, diperlukan tindakan ekstra untuk melakukan promosi. Wacana perlu dikembangkan, sehingga masyarakat turut berpartisipasi membentuk masyarakat sipil yang cocok untuknya. Pengembangan wacana dapat berbentuk penyuluhan, semacam personal selling; diskusi/ceramah/seminar semacam sales promotion; publisitas pada media massa; dan iklan yang seringkali berbentuk pariwara. Biasanya yang dilakukan organisasi non pemerintah bukan hanya sosialisasi, tetapi juga internalisasi terhadap gagasan-gagasan yang dikembangkan bersama-sama. Untuk itu diperlukan energi, dana, dan waktu yang lebih besar daripada memasarkan permen atau rokok. Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, perusahaan rokok yang lebih mudah memasarkan produknya mempunyai dana yang sangat banyak untuk promosi, sedangkan ornop yang lebih sulit memasarkan gagasannya mempunyai dana yang sangat terbatas. Untuk itulah, ornop perlu menguasai beberapa teknik berhubungan dengan media, agar dana yang terbatas bisa tetap efektif.
Strategi dan perencanaan media
Sebagaimana pengalaman MPPI dalam memperjuangkan kemerdekaan pers, pertama-tama yang harus dirumuskan untuk menyusun strategi media adalah memahami benar apa yang diperjuangkannya. Setelah tujuan terumus dengan baik, maka setiap organisasi perlu merumuskan fungsinya, dan menyadari benar keadaannya. Langkah selanjutnya, adalah menjawab pertanyaan apa yang disiarkan melalui media? Dalam melakukan kegiatan itu, anda atau organisasi anda bekerja sendirian atau bekerja bersama-sama? Jika bersama-sama, apakah diperlukan semacam koalisasi, untuk menyatukan sumber daya yang tersedia. Dan yang terpenting, apakah anda atau teman anda mempunyai kenalan dengan orang-orang media. Dalam pengalaman MPPI, walaupun tidak mempunyai dana, tetapi karena hampir setiap anggotanya punya teman dengan orang-orang media (bahkan anggota MPPI pun adalah orang media) maka publikasi perjuangan pers relatif memadai.
Setelah tujuan kegiatan dan organisasi sudah dirumuskan dengan baik, susunlah pesan yang jelas, langsung, dan sederhana agar mudah dipahami. Untuk itu carilah masukan sebanyak-banyaknya dalam menyusun pesan yang akan disiarkan. Apakah pesan itu berbentuk hard news atau dalam bentuk tulisan khas (feature).
Dalam penyusunan pesan itu harus mempertimbangkan masyarakat yang dituju, apakah pria atau wanita, kalangan umum atau kelompok terpelajar, serta latar belakang sosialnya. Pesan untuk anak-anak akan berbeda bentuknya dengan pesan untuk orang dewasa. Kemudian perlu dipertimbangkan media apa yang digunakan untuk mencapai masyarakat yang dituju. Untuk anak-anak, gunakankan majalah anak-anak, atau progam kanak-kanak pada televisi atau rasio. Untuk orang dewasa, gunakan majalah umum, atau program-program untuk orang dewasa pada televisi dan radio. Jika manajer promosi atau public relation kesulitan menuliskan pesan itu, carilah wartawan untuk membantu menuliskannya. Bantuan penulisan seorang wartawan akan memudahkan penyiaran pesan pada media massa. Perlu juga diperhatikan dalam penulisan pesan, apakah untuk membuka wacana, mempengaruhi masyarakat, atau membujuk pada pemimpin politik/masyarakat untuk bertindak.
Pemilihan media perlu dipertimbangkan dengan cermat. Apakah cukup dengan menggunakan media cetak lokal, atau harus menggunakan media cetak nasional. Apakah diperlukan bauran media, yaitu dengan menggunakan media cetak, radio, televisi, atau gabungan semua media yang tersedia. Semua itu tergantung pada tingkat keperluan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Setelah semuanya selesai, kembalilah ke masalah dana yang tersedia, apakah mungkin biaya untuk media dapat ditekan dengan cara meminta diskon kepada media yang telah dipilih.
Dalam menyusun strategi dan rencana media, Rina Jimenes David dari the Philippine Daily Inquirer menyarankan:
“Organisasi wanita harus membangun hubungan jangka panjang yang bersahabat dengan media, dan bukan sekadar memperoleh publisitas jangka pendek. Membangun hubungan melalui kontak berkala, melanggan majalah dan publikasi lain, serta mengundang wartawan untuk mengikuti pelatihan untuk isu-isu khusus, bukan sekadar memperoleh teman, tetapi juga mendapatkan mitra kerja untuk memanfaatkan media.”
Pahami pengertian berita dan kriteria pemuatannya
Untuk mempermudah memperoleh dukungan media, pahamilah pengertian berita dan kriteria pemuatan pada tiap media. Media nasional akan mempunyai kriteria yang lebih ketat daripada media lokal, karena media lokal selalu ingin lebih akrab kepada audiennya. Yang dimaksud dengan berita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, laporan, pemberitahuan, pengumuman.
Sedangkan S.M. Ali menjelaskan, berita adalah informasi yang hangat. Ia menguraikan berita adalah laporan kejadian yang harus tepat pada waktunya, ringkas, cermat, dan menarik perhatian orang. Bagi Walter Cronkite berita adalah sesuatu yang luar biasa dan sangat mempengaruhi kehidupan kita. Untuk menentukan apakah sesuatu itu layak disebut berita, maka perlu ditanyakan apakah sesuatu itu mempunyai dampak yang besar atau sangat menarik. Yang disebut dampak suatu berita kemungkinan bisa segera terjadi, atau segala sesuatu yang bakal terjadi nanti. Sedangkan suatu laporan dapat dianggap menarik perhatian, walaupun kejadian itu hanya punya dampak yang kecil bagi kehidupan kita. Oleh karena itulah John Herbert mendefinisikan berita sebagai fakta yang baru terjadi, yang menarik perhatian masyarakat luas, dan dianggap penting oleh sebagian besar audience.
Menurut BBC, berita didefinisikan secara lebih spesifik:
Berita adalah informasi baru yang dilaporkan secara jujur dan akurat tentang peristiwa –apa saja, di mana saja- yang baru terjadi di dunia ini dalam kerangka latar belakang berita sebelumnya yang juga dilaporkan secara jujur dan akurat. Berita itu dipilih secara fair oleh wartawan yang terlatih dan terbebas dari sikap redaksi, motif politik, dan keberpihakan. Sesuatu dapat disebut berita jika dianggap menarik dan penting oleh audience di mata wartawannya, kemudian disampaikan secara objektif dan berani tetapi harus menghormati hukum yang berlaku dan aturan intern BBC mengenai cita rasa dan standar redaksi.
Secara umum ada lima pertimbangan utama yang menjadi dasar penentuan suatu berita yaitu, pertama, konsekuensi yang ditimpulkan oleh suatu peristiwa. Seberapa besar dampak peristiwa itu kepada masyarakat? Jika dampaknya besar, maka peristiwa itu menjadi berita penting. Kedua adalah kedekatan dengan khalayak (proximity). Seberapa dekat peristiwa itu terjadi. Jika peristiwa itu terjadi di sekitar khalayak media, maka hal itu dianggap layak menjadi berita. Sebagai contoh, bagi media di Bandung kematian lima orang akibat muntaber, lebih penting daripada kematian 100 orang Amerika Serikat yang terkena antrak. Ketiga adalah waktu. Berita itu seperti makanan, bahkan lebih cepat basi daripada makanan. Semakin segar dan panas berita itu, semakin baik. Peristiwa yang sudah lama terjadi dianggap sebagai berita basi, yang tidak layak muat. Apalagi banyak sekali media elektronik yang menyelenggarakan siaran langsung, sehingga masyarakat menyaksikan peristiwa yang sedang terjadi. Keempat adalah keunikan suatu peristiwa. Semakin jarang dan semakin mengejutkan suatu peristiwa, semakin layak sebagai berita. Di kalangan wartawan dikenal pemeo “Kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita; kalau orang menggigit anjing, itu baru berita.” Kelima adalah peristiwa yang menyentuh perasaan. Semakin dalam peristiwa itu menyentuh perasaan, semakin tinggi nilai beritanya.
Untuk mempermudah wartawan dalam mencari berita, Henshall dan Ingram memberi beberapa petunjuk asal berita . Ia menguraikan beberapa bagian kehidupan yang layak untuk menjadi berita, sebagai mana terurai di bawah ini, dengan tambahan beberapa ilustrasi tentang peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini.
Konflik
Termasuk dalam kategori ini : perang, pemogokan, revolusi, tawuran, pemilihan umum dan lain-lain. Serangan AS ke Afghanistan selalu menarik. Pemogokan karyawan Telkom Jawa Barat, PT Dirgantara Indonesia selalu menarik perhatian.
Bencana dan tragedi
Termasuk di dalamnya adalah kecelakaan udara, tabrakan kereta, kapal tenggelam, letusan gunung api, gempa bumi atau tragedi kemanusiaan lainnya.
Pembangunan dan perkembangan
Pembangunan selalu menjadi berita di negara berkembang. Laporan harus selalu terfokus pada bagaimana pembangunan itu mempengaruhi kehidupan manusia, untuk kebaikan atau sebaliknya. Gagasan baru atau perkembangan suatu daerah bisa mendorong gagasan di daerah lain.
Kejahatan
Setiap kejahatan bisa menjadi berita, apakah itu pelanggaran lalu lintas, pencurian, korupsi, penipuan, perkosaan atau pembunuhan. Kejahatan yang lebih serius atau yang luar biasa biasanya menjadi berita yang lebih besar.
Uang
Segala berita tentang uang selalu menarik perhatian orang. Melemah atau menguatnya rupiah terhadap dolar AS selalu menjadi perhatian orang. Demikian pula kenaikan pajak, biasya sekolah, tuntutan ganti rugi selalu menarik perhatian orang.
Perlawanan kaum tertindas
Salah satu fungsi tradisional jurnalis ialah membela hak-hak orang kecil, khususnya yang tertindas seperti seorang prajurit melawan jenderal yang tidak adil, orang yang tak bersalah menghadapi tuntutan palsu, atau yang miskin melawan eksploitasi pengusaha.
Agama
Ada dua tipe berita agama. Pertama, kejadian yang mempengaruhi kehidupan orang beragama, seperti pembangunan tempat ibadah. Kedua, pernyataan dari pemimpin agama mengenai urusan moral atau keagamaan, seperti mengenai pernyataan jihad atau tidak halalnya suatu makanan.
Selebritis
Tokoh masyarakat membuat berita. Apa yang dilakukan tokoh di muka umum, kehidupan yang mereka jalani dan bagaimana mereka tampil, semuanya sangat menarik. Terlebih lagi berita tentang skandal, perselingkuhan, korupsi yang dilakukan para selebritis.
Kesehatan
Banyak orang sangat memperhatikan kesehatannya. Mereka tertarik pada berita tentang penyembuhan tradisional, riset obat-obatan, rumah sakit dan klinik.
Seks
Masyarakat tertarik pada seks, walaupun mereka tidak mendiskusikannya secara terbuka. Banyak berita tentang seks, meliputi tingkah laku yang keluar dari norma yang diterima secara umum oleh masyarakat.
Cuaca
Cuaca bisa mempengaruhi rutinitas sehari-hari masyarakat dan menjadi menarik bila cuaca keluar dari kebiasaannya misalnya temperatur yang luar biasa tinggi atau rendah, atau curah hujan yang luar biasa tinggi atau rendah.
Makanan dan minuman
Kekurangan dan kelebihan pangan, kegagalan panen dan keberhasilan panen, selalu menjadi berita menarik.
Hiburan
Berita tentang musik, tarian, teater, film, ukiran, dan informasi seni budaya selalu menarik perhatian orang, apalagi bila kegiatan seni itu dilakukan oleh selebritis di bidang seni-budaya.
Olahraga
Hampir semua cabang olahraga mempunyai pengemarnya. Mereka akan memperhatikan berita olahraga yang digemarinya.
Kemanusiaan
Segala segi tentang kehidupan manusia selalu menarik perhatian orang, apalagi bila berita itu dilaporkan dalam bentuk human interest. Misalnya, tragedi TKI di Nunukan, Kalimantan Timur.
Dengan mengetahui kriteria dan jenis berita yang disenangi media, manajer promosi atau ornop dapat menyesuaikan diri. Manajer promosi pertunjukan musik, segera mengkategorikan beritanya ke dalam hiburan, dan untuk lebih menarik perhatian media, ia perlu memberi bobot tambahan yaitu keunikannya, atau keuntungan pertunjukan digunakan untuk kemanusiaan. Ornop yang bergerak pada lingkungan hidup mungkin saja menonjolkan informasinya pada kriteria pertama, yaitu dampat yang akan menimpa masyarakat lingkungan sekitar pabrik. Kriteria pertama ini segera menarik media lokal karena kedekatannya. Pemberitaannya pun dapat digolongkan kepada banyak kategori, misalnya konflik antara pemilik pabrik dengan masyarakat sekitarnya. Jika masyarakat dalam keadaan tertindas, maka dapat digolongkan perlawanan kaum tertindas. Jika pencemaran itu mengakibatkan korban, maka dapat digolongkan pada bencana dan tragedi, serta kemanusiaan.
Menulis press release atau surat pembaca
Salah satu tugas elementer seorang staff public relation adalah menyusun press release, yang menyajikan informasi tentang kegiatan lembaga sesuai dengan format standar. Biasanya press release hanya satu halaman, atau paling banyak dua halaman. Tujuan penulisan press release adalah untuk menyampaikan isu/masalah yang diharapkan menarik perhatian media.
Menulis sebuah press release, seperti menulis berita yang lainnya, harus mengandung unsur 5 W dan 1 H, yaitu What, Who, Where, When, Why dan How. Sebuah berita yang baik harus menuturkan kejadian apa, siapa pelakunya/korbannya, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana kejadian itu terjadi. Kesemua unsur itu dimuat dalam satu teras berita, tetapi karena terlalu panjang, biasanya teras berita itu ditulis dalam dua paragraf. Paragraf pertama diupayakan mengandung informasi yang paling penting dan menarik, paragraf kedua melengkapi paragraf pertama, dan seterusnya disusunlah tulisan yang semakin ke bawah, informasi yang dikandungnya semakin rendah tingkat kepentingannya. Struktur berita ini biasa disebut dengan piramida terbalik.
Penulisan press release yang paling penting adalah teras beritanya. Jika teras berita kurang menarik, gantilah, dan cari yang lebih menarik dan penting. Biasanya teras berita menentukan, apakah berita itu layak muat atau tidak. Untuk melengkapi press release, public relation sering melampirkan brosur atau leaflet, beserta contact person yang dapat dihubungi sewaktu-waktu untuk kelengkapan berita.
Setelah selesai menulis press release, kirimkanlah tulisan itu kepada orang yang tepat, yaitu wartawan yang membidanginya. Jika dikirim melalui sekretariat redaksi, seringkali membutuhkan waktu agak lama sampai kepada pemuatannya. Jika tidak ada wartawan yang membidangi masalah itu, carilah redaktur atasannya. Untuk itu setiap public relation yang baik selalu mencatat nama dan nomor telepon wartawan dan editor yang sesuai dengan bidang garapannya. Mereka juga mengenal waktu deadline media tersebut, sehingga dapat menyesuaikan diri dalam pengiriman berita.
Pemuatan press release tergantung pada penting-tidaknya isi beritanya. Jika sangat penting, akan dimuat halaman depan. Namun, sangat jarang berita press release mendapat kehormatan seperti itu. Seringkali press release dimuat di halaman dalam, dengan risiko jumlah pembacanya kurang dibandingkan bila dimuat di halaman depan.
Banyak ornop kini lebih senang menulis surat pembaca daripada press release, karena lebih mudah, seperti surat biasa. Yang terpenting surat pembaca banyak dibaca, nyaris setara dengan halaman pertama. Bandung Peduli pernah menulis press release untuk mencari relawan baru, dan dimuat pada halaman dua Pikiran Rakyat. Dari pengumuman itu yang mendaftar hanya dua orang. Kemudian Bandung Peduli mengulangi sekali lagi dengan menulis surat pembaca pada koran yang sama, dan yang mendaftar lebih dari 160 orang. Kriteria pemuatan untuk surat pembaca juga tidak terlalu ketat, dan ruang yang disediakan cukup luas.
Kecenderungan inilah yang membuat banyak orang memilih surat pembaca untuk berkomunikasi dengan masyarakat secara luas.
Gembar 1: Piramid Terbalik dan Piramid Feature
Piramid Terbalik Piramid Feature
LEAD LEAD
PERANGKAI PERANGKAI
(BRIDGE)
TUBUH
TUBUH
PENUTUP
Tipe berita
Dalam melaporkan berita, wartawan mengenal dua tipe berita. Yang pertama adalah hard news, yang merupakan peristiwa yang berbicara sendiri dan berteriak untuk segera dilaporkan. Hard news lebih mudah untuk ditulis, misalnya berita bencana di Filipina. Kompas (Jumar, 9 November 2001) menulis : “Sampai hari Kamis (8/11), sebanyak 110 orang tewas dan 291 orang lainnya masih hilang, setelah topan tropis Lingling melanda Filipina selatan selama tiga hari terakhir…”
Yang kedua adalah soft news, yaitu berita yang tidak terlalu keras dan factual, tetapi ia tetaplah berita yang lahir dari keterampilan menulis. Soft news seringkali menggambarkan latar belakang suatu peristiwa. Misalnya dalam bencana alam di Filipina itu, seorang wartawan menemukan seorang bayi yang selamat dari amukan topan, tetapi bapak, ibu, dan seluruh saudaranya tewas. Wartawan itu dapat mengangkat nasib seorang bayi tanpa keluarga dalam menyongsong masa depan kehidupan, dan bagaimana beberapa orang mengulurkan tangan untuk mengambilnya sebagai anak angkat.
Berita soft news seringkali menjelma menjadi human interest. Hampir setiap media menyisipkan human interest untuk khalayaknya, sebagai bumbu dari berita hard news yang sering mendominasi ruang dan waktu. Bahkan majalah berita lebih menonjolkan soft news daripada hard news, karena hard news telah habis digarap oleh media elektronik dan surat kabar. Tulisan human interest ini digarap secara cermat oleh wartawan dan redakturnya karena manusia selalu tertarik akan berita tentang manusia.
Herbert mengatakan, orang ingin mendengar tentang orang lain karena sesungguhnya ia ingin mendengar tentang dirinya sendiri. Human interest adalah berita yang abadi, tidak lekang oleh waktu, dan harus ditampilkan sejajar dengan berita lainnya. “Berita harus dilihat dari sudut pandang manusia, bukan hanya sebagai fakta yang keras dan dingin. Semua berita, semua fakta, harus ditujukan untuk kebaikan manusia, dengan sebisa mungkin, menerjemahkan fakta dan berita dari suatu peristiwa ke dalam pengertian manusia.”
Menulis artikel
Di samping mengandalkan wartawan, ada baiknya ornop dan siapa pun yang bertugas pada pemasaran untuk meluangkan waktu menulis artikel sendiri. Dengan menulis artikel, seseorang dapat menyampaikan gagasan secara tuntas, tidak perlu mengeluarkan uang, bahkan penulisnya memperoleh honorarium dari media yang memuatnya. Penulisnya terkenal, dan jika ia pegawai negeri akan mendapat tambahan kredit poin untuk kenaikan pangkat.
Jangan ragu-ragu mulai menulis artikel. Langkah pertama tuliskan setiap gagasan yang berkelebat dalam pikiran anda, jangan ditunda-tunda walaupun ditulis dalam secuil kertas. Jangan percaya kepada kemampuan mengingat anda , karena banyak masalah dan informasi membanjiri otak anda, sehingga seringkali gagasan indah itu terpinggirkan. Begitu ada kesempata, uraikanlah gagasan itu ke dalam outline (kerangka) tulisan dilengkapi data yang tersedia.
Hampir semua tulisan yang ada berupa problem solution, dengan demikian penyusunan kerangka tulisan dapat mengikuti teknik pemecahan masalah, yang dimulai dari Situation Analysis, Problem Analysis, Decision Analysis, dan Potential Problem Analysis. Sengaja ditulis dalam bahasa Inggris, karena ringkasannya mudah dihapal yaitu SAPADAPPA. Setelah kerangka tulisan terisi, maka dengan mudah dinarasikan dalam sebuah artikel yang mengalir. Pembuatan kerangka tulisan ini sangat membantu, agar seseorang tidak tersesat di tengah-tengah proses menulis, karena munculnya gagasan-gagasan baru.
Pembuatan kerangka tulisan bukan hanya diperlukan oleh penulis pemula, tetapi juga penulis kawakan, apalagi jika ia sedang dikejar deadline dan sedang mengalami kejenuhan yang luar biasa. Dengan bantuan kerangka tulisan, seseorang didorong untuk lebih cepat menuntaskan gagasannya, dan menguji ulang gagasan itu sampai pantas untuk diterbitkan.
Setelah tulisan selesai, wajib bagi penulis untuk membaca ulang, apakah ada kekeliruan, atau kekuranglogisan, atau kekurangan data dan pustaka. Jika terdapat kekurangan, lengkapi dengan data dan pustaka, tulis kembali sekali lagi.
Jika masih ada waktu, mintalah teman untuk membaca tulisan anda, dan mintalah komentar. Jika ia menganggap ada kekurangan, sempurnakanlah sekali lagi, dan mintalah ia membaca ulang. Jika benar-benar meyakinkan, barulah kirim ke media. Proses membuat tulisan yang sempurna memang memerlukan waktu lama, tetapi itu jauh lebih baik daripada sembrono. Menulis yang nikmat adalah dengan melibatkan seluruh kepribadian, pikiran dan perasaan.
Perlu diingat di sini, menulis itu bagaikan berenang. Betapa pun seringnya seseorang mendengar ceramah atau membaca buku tentang renang, ia tetap tidak bisa berenang, selama ia tidak menceburkan diri ke kolam renang. Orang hanya bisa menulis dengan baik jika ia terus berlatih menulis.
Gambar 1. Flowchart Proses Penulisan Artikel
Bahasa jurnalistik dan patokan dalam menulis
Untuk menulis press release maupun artikel, penulis diharapkan menggunakan bahasa jurnalitik. Pada dasarnya bahasa Indonesia yang digunakan media massa adalah bahasa baku sebagaimana digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun tulisan. Terkadang ada wartawan yang secara sengaja mengunakan bahasa yang tidak baku, bahkan terkadang menggunakan bahasa lain, untuk memberi warna tulisan, tetapi hanya satu-dua kalimat, dan kemudian kembali kepada bahasa baku.
Walaupun sama-sama menggunakan bahasa baku, Rosihan Anwar menyatakan, bahasa pers ialah salah satu ragam bahasa. “Bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu: singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik,” katanya. Bagi mereka yang berminat menjadi wartawan atau menjadi penulis sangat disarankan membaca buku karangan H. Rosihan Anwar, yang berjudul “Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi” (Departemen Penerangan, 1979).
Dalam buku itu, Rosihan Anwar menegaskan bahwa bahasa jurnalistik Indonesia harus mengindahkan kaidah tata bahasa. Ia memberi beberapa patokan dalam menulis sebagai berikut:
1. Gunakan kalimat-kalimat pendek
• Jangan menulis kalimat panjang karena dapat membingungkan pembaca/pendengar, sehingga mereka perlu membaca ulang untuk memahaminya. Ingat pembaca/pendengar tidak mempunyai waktu yang banyak untuk membaca/mendengar/ memonton media massa.
2. Gunakan bahasa biasa yang mudah dipahami orang
• Setiap wartawan harus membayangkan siapa pembacanya/pendengarnya. Khalayak media massa terdiri atas aneka ragam manusia dengan tingkat pengetahuan berbeda. Untuk itu gunakanlah bahasa yang biasa, sederhana, jernih pengutaraannya, sehingga mudah dipahami orang. Rosihan mengingatkan, bahasa ialah alat untuk menyampaikan informasi.
3. Gunakan bahasa tanpa kalimat majemuk
• Gunakan kalimat yang sederhana, yang terdiri atas subyek (S), predikat (P), dan obyek (O). Hindari penggunaan kalimat majemuk. Jika perlu pisahkan kalimat panjang menjadi beberapa kalimat.
4. Gunakan kalimat aktif, bukan pasif.
• Kalimat aktif lebih hidup dan bergaya daripada kalimat pasif. “Si Amat memukul si Polan” lebih bertenaga daripada “Si Polan dipukul oleh si Amat”.
5. Guanakan bahasa padat dan kuat.
• Buanglah atau kurangilah kalimat atau frasa yang berbunga-bunga, apalagi jika tidak diperlukan.
6. Gunakan bahasa positif, bukan bahasa negatif.
• Rosihan memberi contoh “Sondang menolak penataran wartawan” lebih jelas dan tegas daripada “Sondang tidak menghendaki penataran wartawan”.
Sangat menarik uraian John Herbert (2000) tentang bahasa jurnalisme . Semula wartawan menulis berita seperti sastrawan menulis prosa. Mereka menggunakan bahasa sastra yang berbunga-bunga. Wartawan atau penulis dari tempat yang jauh mengirimkan laporannya dengan pos, dan media cetak yang mempublikasikannya terbit secara berkala, sebulan sekali atau seminggu sekali.
Lalu muncullah telegram seiring dengan kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat. Media cetak terbit setiap hari, dan membutuhkan informasi dari wartawannya dari berbagai tempat. Mereka menggunakan telegram untuk mengirim beritanya, yang biayanya diukur tiap kata, sehingga gaya tulisan yang panjang dan berbunga-bunga dianggap suatu kemewahan. Penerbit memaksa wartawannya untuk menulis berita sesingkat dan sepadat mungkin. Dan jadilah berita-berita media cetak bergaya telegram style.
Sekitar tahun 1960-1970, pemberitaan telegram style dikritik, karena menjemukan orang, yang kemudian mendorong lahirnya new journalisme. Di Indonesia, gaya jurnalisme baru itu dianut oleh majalah Tempo yang memposisikan medianya sebagai “Enak Dibaca dan Perlu”. Keenakan untuk dibaca dinomorsatukan, namun tetap perlu dibaca. Sedangkan suratkabar harian tetap mempertahankan gaya konvensionalnya dengan berbagai penyempurnaan, dan menyisipkan gaya jurnalisme baru dalam laporan-laporan human interest.
Mengenai bahasa jurnalistik penyiaran, Herbert mengatakan, gaya bahasa radio adalah informal, akrab, sederhana, dan mudah dipahami. Penyiar mengingatkan kepada pendengarnya, percakapan lisan –bukan cetak- adalah dasar bahasa. Media cetak hanya menyuguhi bahasa satu dimensi. Media cetak menunjukkan huruf, tapi tidak menampilkan bentuk bahasa yang lengkap, mulai dari irama, tekanan, aksen, kualitas suara. Para penyiar mengubah budaya percakapan dari bahasa elite ke pola masyarakat umum.
Untuk menulis berita yang singkat dan sederhana, Rosihan Anwar menganjurkan para wartawan menerapkan ekonomi kata . Rosihan mengutip kata-kata Walt Whitman, “Kesederhanaan (simplicity) ialah kejayaan ekspresi.” Menurut Goenawan Mohamad, upaya penghematan dilakukan dalam dua lapisan, yaitu unsur kata dan unsur kalimat. Salah satu cara dalam menerapkan ekonomi kata adalah menghindari kata-kata mubazir. Menurut Rosihan, kata mubazir ialah kata yang bila tidak dipakai tidak akan mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir ialah kata yang sifatnya terasa berlebih-lebihan. Kata mubazir ialah kata yang bila dihilangkan dari sebuah kalimat malahan akan membantu memperlancar jalan bahasa dan membuat kalimat itu lebih kuat kesannya. Beberapa kata mubazir yang dapat dihilangkan antara lain kata bahwa, adalah, telah, untuk, dari, jamak, di mana, hal mana, yang mana, dan lain-lain.
Jumpa pers
Langkah lain yang sering dilakukan dalam teknik berhubungan dengan pers adalah dengan menyelenggarakan jumpa pers dan jurnalistic trip.
Tujuan utama jumpa pers adalah untuk menyiarkan informasi secara luas dengan menggunakan semua media yang tersedia dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Namun karena terlalu banyaknya wartawan, sekarang ini sumber berita mengundang beberapa wartawan saja untuk menghadiri jumpa pers itu. Dengan sekali jumpa pers, diharapkan informasi tersebar melalui televisi, radio, media cetak, dan internet. Setiap jumpa pers di Indonesia diperlukan dana, minimal untuk konsumsi bagi wartawan yang hadir. Biasanya, wartawan televisi selalu memerlukan uang transport untuk melakukan peliputan, kecuali Metro TV. Wartawan tulis dan radio juga perlu uang transport. Hanya sedikit perusahaan media yang secara tegas melarang wartawannya menerima uang amplop.
Acara jumpa pers merupakan acara yang rawan. Jika terjadi kesalahan sedikit saja dan tidak disengaja, akan tersiar sangat luas, dan membawa dampak yang sulit diperkirakan. Untuk itu, siapa pun yang menyelenggarakan jumpa pers, sebaiknya mempersiapkan diri, bahkan kalau perlu melakukan latihan terlebih dulu, yaitu dengan menyusun daftar pertanyaan yang mungkin dilontarkan wartawan, dan mempersiapkan jawaban yang setepat-tepatnya.
The golden rule untuk menjawab pertanyaan wartawan dalam wawancara atau jumpa pers adalah menyatakan kebenaran. Berterus terang menyatakan tidak tahu jawaban atas pertanyaan wartawan, jauh lebih baik dari pura-pura sok tahu dan melakukan kebohongan. Untuk itu persiapkanlah tiga masalah terpenting yang ingin anda sampaikan. Ingatlah tiga isu utama itu dan jadikan sebagai “islands of safety”. Kembalilah kepada tiga pokok masalah itu selama wawancara, betapa pun lamanya. Sebisa mungkin masalah pokok yang anda ungkapkan tak lebih dari tiga isu, karena semakin banyak akan semakin sulit diingat, dan dalam wawancara jangan sampai terpancing untuk mengangkat isu baru yang belum dipersiapkan. Jika hal itu terjadi, wartawan mempunyai kesempatan untuk menyeret yang diwawancarainya sesuai dengan kehendak hatinya. Abla Al-Nowais, pemimpin redaksi Zahrat Al-Khaleej mengingatkan, agar orang yang diwawancarai jangan sampai terjerumus ke dalam jebakan wartawan, misalnya dengan membuat marah dan pernyataan anda saling bertentangan.
Hal-hal teknis juga perlu disimak dengan cermat, antara lain kapan waktu wawancara berlangsung. Usahakan hadir di tempat wawancara atau jumpa pers 30 menit sebelumnya. Keterlambatan hadir bisa merusak suasana, bahkan membuat semua persiapan dan latihan berkurang maknanya. Ketahui pula siapa wartawan yang akan mewawancarai, bacalah biodatanya dan beberapa karya yang pernah ditulisnya. Perhatikan pula, apakah anda menjadi pembicara tunggal dalam jumpa pers itu atau bersama dengan orang lain. Pilihlah tempat duduk yang paling strategis, yaitu yang dekat dengan mikrofon dan mudah melihat/dilihat para wartawan. Tanya dulu kepada pewawancara, berapa lama anda mempunyai kesempatan bicara, dan sampaikan tiga isu utama dalam waktu setepat-tepatnya. Jangan lupa pula memberikan nama anda dengan jelas, termasuk ejaan dan organisasi yang anda wakili.
Secara khusus, hati-hatilah jika dalam jumpa pers itu ada media elektronik yang akan menyiarkan langsung. Kesalahan yang anda perbuat tidak bisa dikoreksi lagi. Dan, seringkali pertanyaan wartawan elektronik sangat memojokkan dan tajam. Di bawah ini terdapat beberapa pertanyaan yang menjebak:
1. Diadu domba
T: Wah, itu merupakan cara kotor yang dilakukan lawan politik anda. Bukankah begitu? Lalu, apa yang anda lakukan untuk menghadapinya?
J: Ingat, jika anda bergulat dengan babi di kubangan lumpur, maka kedua-duanya akan penuh lumpur. Jangan mau main seperti itu. Daripada menjelekkan lawan anda, sebaiknya anda menjawab: “Sonny, hanya pelakunya yang dapat menjelaskan. Lebih baik anda bertanya langsung kepadanya, agar mendapat informasi yang tepat. Yang ingin saya tegaskan adalah ….” Teruskan dengan apa yang ingin anda sampaikan, dengan cara yang baik.
2. Fakta yang salah
T: Jadi, ini berarti pabrik anda tidak mentaati peraturan pemerintah…
J : Hindari memberi tanggapan yang keras atas kekurangcermatan pewawancara. Koreksilah dengan sabar.
Sebaliknya, Bung/mbak. Fakta menunjukkan, kami selalu mentaati semua peraturan yang ada.
Lalu beberkan fakta yang mendukung pernyataan anda.
Jika seandainya anda tidak tahu keakuratan reporter itu, nyatakanlah bahwa anda belum dapat memberi komentar.
Ah, yang benar. Saya belum dapat informasi secara rinci. Tapi, biasanya kami selalu mentaati peraturan.
Usahakan cepat keluar dari jebakan ini, misalnya dengan mengganti subyek pembicaraan yang anda kuasai.
3. Penafsiran atas pertanyaan anda
T: Jadi, perusahaan anda tidak akan melayani masyarakat di sekitar pabrik anda, benarkah?
J: Hindari penafsiran yang tidak cocok dengan ucapan anda. Dalam kasus ini, berhentilah sejenak, lalu katakan:
Rosa, saya tadi mengatakan, kami tidak mampu memberi pelayanan di luar batas anggaran yang kami miliki.
4. Pilih kata-kata sendiri
T: Dari kebijakan yang ada sekarang, apakah Presiden kita itu bodoh?
J: Perhatikan, mengulangi pertanyaan wartawan seperti itu, hanya akan mempertegas tuduhannya, walaupun anda tidak setuju dengan pandangan wartawan. Misalnya, anda menjawab, Presiden tidak bodoh dengan mengambil kebijakan itu. Jawaban itu menimbulkan pertanyaan bagi audience, benarkah Presiden kita benar-benar bodoh.
Jangan gunakan kata-kata yang tidak anda inginkan, dan hindari perdebatan dengan wartawan.
Sebaliknya, Indra, setelah kami teliti isu ini, pendekatan yang benar adalah sebagai berikut …
Dan teruskan dengan menekankan hal-hal yang positif. Dengan cara seperti anda dapat menyampaikan pandangan sendiri, tanpa perlu menyudutkan kebijakan Presiden.
Membangun kedekatan dengan wartawan
Secara umum teknik berhubungan dengan pers adalah dengan cara membangun kedekatan dengan wartawan. Salah satunya adalah dengan mengundang wartawan untuk mengikuti jurnalistic trip. Rute perjalanan dibuat sedemikian rupa, sehingga wartawan menulis sesuai dengan yang anda inginkan. Jika anda ingin wartawan menulis tentang perkembangan masyarakat sipil yang sedang diperjuangkan oleh beberapa ornop, tidak perlu wartawan itu diberi tahu ketidakkompakan antar ornop, atau hal-hal yang buruk lainnya.
Salah satu untuk mengenal wartawan dengan baik adalah dengan cara mengundang wartawan untuk menjadi pembicara dalam satu seminar atau diskusi. Dengan acara itu anda dapat menilai tingkat intelektualitas dan profesionalitas wartawan itu. Jika anda kecewa dengan penampilannya, carilah wartawan lain yang cocok dengan bidang anda. Seringkali, banyak organisasi yang meminta wartawan menjadi salah seorang pengurus, dengan demikian kontak kepada media menjadi lebih mudah.
Ada beberapa tip untuk menghadapi wartawan. Pertama, hampir semua wartawan menyukai konflik, karena berita konflik selalu menarik pembaca, dan menjadi salah satu kriteria layak muat. Oleh karena itu, arahkan wartawan untuk menulis konflik yang menguntungkan (perusahaan/organisasi) anda. Kedua, seringkali badnews digunakan untuk mencengkeram perharian pembaca, oleh karena itu perhatian wartawan sering tertuju pada sisi buruk pada setiap keadaan. Namun, wartawan itu juga manusia biasa yang mempunyai prasangka baik dan buruk, senang dan tidak senang. Sebagai seorang yang profesional, wartawan juga berusaha objektif, cermat, dan tidak menyeleweng dalam pemberitaan. Jika berita buruk tidak dapat dielakkan lagi, cobalah pengaruhi wartawan untuk melihat dari sudut pandang upaya (perusahaan/organisasi) anda untuk mengatasi keburukan itu. Bahkan jangan ragu-ragu untuk menyarankan ancar-ancar judulnya. Ketiga, cobalah untuk empati kepada wartawan. Tanyakan kebutuhannya, prioritasnya, deadlinenya, tugas yang diberikan atasannya. Dari situ anda bisa mengambil inisiatif untuk mengarahkan penulisan wartawan. Keempat, jangan menutup diri kepada wartawan, karena mereka akan mencari sumber lain yang dapat merugikan (perusahaan/organisasi) anda. Kelima, jangan sekali-kali menjawab no comment dalam wawancara yang menyangkut isu-isu kontroversial, karena hal itu memberi kesan anda sedang menutupi suatu kejadian. Secara khusus hati-hatilah kepada wartawan media elektronik, karena mereka bisa berkata: “Pak, kalau begitu, perusahan/organisasi bapak bersalah atau terlibat masalah ini.”. Keenam, usahakanlah memperoleh daftar pertanyaan atau term of reference untuk sebuah wawancara atau jumpa pers, dan sebisa mungkin anda turut merekam acara jumpa pers atau wawancara, agar wartawan lebih cermat.
Sebagai penutup, walaupun anda kenal dengan wartawan, tetapi janganlah terlalu akrab. Segala sesuatu yang keterlaluan selalu tidak baik. Jika anda punya kesalahan, dan jika menurut wartawan masalahnya perlu diketahui publik, tak jarang wartawan itu tetap menyiarkannya betapa pun akrab hubungannya dengan anda. Perusahaan pers juga selalu mengingatkan kepada wartawannya agar tidak terlalu akrab dengan sumber berita, dan selalu menjaga jarak, agar dapat bersikap obyektif dan independen.***
Selasa, 13 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar